Frames, Green, Rustle and Sweet Tea

Bendera Itu

Pemuda itu melangkah menuju arah rumah dengan sedikit lambat. Nafasnya sudah mulai teratur. Keringatnya juga tidak lagi keluar sederas 30 menit yang lalu. Pemuda itu melirik langit sesekali, senja sudah tiba. Lima menit lagi dia akan tiba di rumahnya. Jogging kali ini cukup membuat otot-ototnya terasa lebih ringan dan rileks.

Tepian jalan raya sebenarnya bukanlah track jogging yang dia sukai, tetapi untuk mencapai rumah lebih cepat, mau tidak mau dia memang harus memilih jalan itu. Mobil, motor dan truk lalu lalang, tergesa-gesa seolah-oleh sedang berebut untuk segera pulang ke sarang masing-masing. Lampu-lampu kendaraan dan pinggir jalan pun mulai dinyalakan.

Pemuda itu memandang ke sebuah gapura besar yang melintang jauh dihadapannya, bertuliskan kata-kata selamat datang. Itulah gapura yang menjadi gerbang kota tempat tinggalnya. Di sisi-sisinya ditanami berbagai macam tanaman hias dan peopohonan yang turut menyemarakkan keindahan gapura itu, tidak terkecuali barisan umbul-umbul yang berwarna-warni. Umbul-umbul biasa berbentuk bendera warna-warni, dan beberapa adalah umbul-umbul merah putih. Warna bendera negara ini.

Mata pemuda itu tiba-tiba beralih pada sebuah umbul-umbul yang rebah di tanah. Sebuah umbul-umbul merah putih yang terikat pada tiang bambu. Ikatannya yang terbuat dari tali rafia itu sepertinya terlepas dari pagar kawat tempat bersandar bambu tersebut. Mungkin roboh tertiup angin. Pemuda itu masih melangkah seperti biasa, matanya tidak lagi menatap umbul-umbul yang roboh itu. Nanti juga ada petugas kebersihan atau siapapun yang membetulkan posisinya.

 

Dalam langkah-langkahnya, pikiran pemuda itu kembali tertuju pada umbul-umbul yang roboh.

Siapa yang akan membetulkan posisinya?

Apakah petugas itu benar-benar akan datang?

Tapi kapan?

 

Ingatan pemuda itu melayang ke ucapan pembina pramuka saat dia masih duduk di bangku sekolah.

“Berhentilah sejenak saat bendera merah putih dikibarkan, posisikan dirimu dengan posisi hormat, itu wajib bagimu. Junjunglah selalu bendera itu. Jangan pernah menjatuhkan sekali-kali ke tanah dengan sengaja. Bendera itu adalah bendera yang sama yang pernah dikibarkan dengan pengorbanan air mata dan darah”

 

Pemuda itu terdiam seketika. Kepalanya menoleh ke belakang, matanya kelu menatap ke arah umbul-umbul merah putih yang sudah berada sekitar seratus meter di belakangnya. Pemuda itu berbalik. Dia berjalan, tapi terlalu lama, dia berlari, terus berlari menuju umbul umbul yang roboh.

Tanganya mengangkat bambu tinggi itu dengan cepat, menahannya dan meraih rafia yang terlepas, melilitkannya dan mengikatnya dengan segenap kekuatan, memastikan bahwa ikatanya tidak akan terlepas oleh angin. Tidak lagi dihiraukan apa kata orang yang mungkin melintas dan melihatnya: Apakah pemuda itu kurang kerjaan? apa pemuda itu kembali hanya untuk sebuah umbul-umbul?

 

Ada hembusan nafas lega dari mulut pemuda itu, seolah ada sebuah hutang besar yang telah ditunaikan. Pemuda itu mundur, memandang umbul-umbul merah putih yang telah berdiri dan berkibar di langit senja. Sama seperti ketika dia pernah mengibarkan bendera di sekolahnya, pemuda itu mengangkat tangan, memberikan hormat kepada sang merah putih.

 

Matanya nanar. Bukan, bukan karena dia teringat tentang  perjuangan penuh air mata dan darah, atau tentang sebuah kemerdekaan yang pernah dia baca di buku sejarah, tapi dia malu. Bukan malu pada orang-orang yang melihatnya.

 

Dia malu pada dirinya sendiri.

 

Aku seharusnya tadi bisa mengibarkan sang merah putih lebih cepat, menjunjungnya lebih cepat dari keterpurukan di atas tanah. Aku seharusnya tidak perlu berpikir dua atau tiga kali hanya untuk mengangkat sebuah bendera merah putih, bendera kehormatan negeri ini, tanah air tempat aku dilahirkan…

[based true story]

***

 

Sebuah renungan untuk diri sendiri…

 

Happy Weekend!

37 responses

  1. harus lebih memperkuat rasa nasionalis ya 🙂

    9 April 2011 at 2:34 PM

    • betul-betul…

      9 April 2011 at 7:35 PM

  2. Kerennnnnnnnnnn
    Suka gw
    Tadinya gw pikir lo ikut kontes
    Bener bangeettttt,, pemuda itu baik banget yaa
    Emang sekrng banyak orng yg mulai semena-mena ama bendera
    Walapun cuma bendera
    Harusnya kita gak liat wujudnya aja tapi liat maknanya

    9 April 2011 at 2:57 PM

    • wakakakka…. kontesnya ntar kali 17 agustus! wuakakakakak…

      thanks put

      9 April 2011 at 7:35 PM

      • cuy,,,emang mesti submit yak yang post a day itu..
        gw cuma pasang badge itu..
        suka sama profil di avatar lo 😛

        11 April 2011 at 8:30 AM

  3. terharu…., seburuk apapun negara kita, tetap cintai dan jangan hanya bisa menjelek2an

    9 April 2011 at 3:06 PM

    • iya bunda mond, kalo bukan kita, ya siapa lagi???

      9 April 2011 at 7:34 PM

  4. 🙂

    bdw aku baru sadar layoutnya baru, maaf dah lama gak maen2

    9 April 2011 at 4:39 PM

    • baru kemaren kok… hehehehe

      9 April 2011 at 7:34 PM

  5. Bagus sekali Prima …

    Salut …

    9 April 2011 at 6:17 PM

    • Thanks om… 🙂

      9 April 2011 at 7:33 PM

  6. Ah, keren!

    9 April 2011 at 6:22 PM

  7. Bendera sebagai sebuah identitas yang di miliki oleh sebuah negara. Contohnya negara kita Indonesia, warna bendera merah putih.

    9 April 2011 at 6:33 PM

  8. Weekend… seneng2 ah! 😀

    9 April 2011 at 7:38 PM

  9. Mas, artikelnya sangat bagus.. ya memang begitu semestinya bendera dan penghargaan atas perjuangan para pahlawan kita.. bendera juga merupakan salah satu harga diri sebuah bangsa loh..

    9 April 2011 at 8:36 PM

  10. mandor tempe

    masih mending pemuda itu cepat sadar dan membetulkan posisi bendera itu. Bendera yang bagi masing masing orang punya nilai tersendiri, merah putih adalah bendera kebanggan indonesia.
    Sekarang tidak banyak yang pedul bagaimana nasib merah putih itu ketika jatuh ke tanah. Pemuda itu adalah salah seorang yang tidak banyak tersebut. Kalau bukan kita, siapa lagi? Tukang taman? Pelintas jalan? Anggota DPR? Haha yang terakhir itu malah sibuk dengan gedung barunya. Jangan2 mereka lupa pasang tiang benderanya di sebelah mana

    9 April 2011 at 8:39 PM

  11. I love the font of the words and also adore the theme. Bine!
    I’m learning Russian by and how to pronounce Romanian by the minute.
    After I’m done learning how to spell Romanian and translate Russian, I’m moving on to Indonesian. It seems like the most inspirational language I want to learn . . . 😀
    Priviet Druug. And Packa!

    9 April 2011 at 9:05 PM

  12. Bendera memang perlambang yang seringkali disepelekan, padahal ia menyimpang sejarah panjang..
    Di rumah saya dulu, bendera tidak saya lipat di lemari tapi saya kibarkan di kamar saya.

    Kisah nyata ya, Mas Prim..
    KEREN!

    9 April 2011 at 9:30 PM

  13. Renungan Untuk Kita Semua

    9 April 2011 at 9:55 PM

  14. berkunjung pertama kali ke blognya mas prima.

    kisah nyata di atas, kereeen…

    tukeran link yuk mas, 🙂
    salam hangat, bangauputih ^_^

    9 April 2011 at 10:13 PM

  15. mantapbanget ceritanya. ah, true story pula, siapakah pemuda itu???hehhehee..:P

    9 April 2011 at 10:26 PM

  16. Salam kenal sobat, untung pemuda itu kembali tanggap, semangat..

    9 April 2011 at 10:53 PM

  17. Hmmmm,, saya ikut ikutan merenung nih Mas PriM.

    Ohya bener Mas, ternyata postingan kita senada. Iya ya, kok bisa? padahal belum agustusan, hehe..

    9 April 2011 at 11:47 PM

  18. benderaku berkibar dalam jiwaku
    halah 🙂

    10 April 2011 at 12:34 AM

  19. Berpacu dalam bendera… 🙂
    Happy weekend

    10 April 2011 at 6:48 AM

  20. kisah nyata ya wah…

    10 April 2011 at 10:00 AM

  21. mestinya dibawak pulang saja (hehehe)

    10 April 2011 at 11:39 AM

  22. Merah Putih harus tegak berdiri
    Kita yang membiarkannya tegak
    kita, dengan prestasi kita

    10 April 2011 at 12:16 PM

  23. dari sebuah umbul-umbul merah putih yang teronggok di tanah, saya belajar untuk memahami rasa nasionalisme yang fundamenatl, sepertinya sepele tapi betul kata prima tidak perlu berfikir dua kali untuk membetulkannya tak perlu menunggu orang lain, kalau pada saat itu ada kita lakukanlah.. 🙂

    10 April 2011 at 1:38 PM

  24. wah udah suasana agustusan nih ya, hehe. keren inspiratif banget. Bendera lambang kebesaran bangsa ya. harus semakin memerkuat rasa nasionalis ya. Garuda di dadaku atuh 😀

    10 April 2011 at 6:01 PM

  25. Seandainya aku pada posisi si pemuda, akan kutegakkan setegak2nya bendera itu meskipun banyak orang yang mencibir sebagai perilaku yang kurang kerjaan. Bagiku berbuat sesuatu yang (sedikit) berarti lebih baik dari pada tidak melakukan apapun 😦

    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

    10 April 2011 at 6:25 PM

  26. tulisan ini menjadi renungan ut kita semua , sebagai seorang warga , seburuk apapun, tetaplah citai negeri ini, yg telah membiarkan kita menikmati kehidupan disini
    tulisan yang sangat menyentuh Pim 🙂
    salam

    10 April 2011 at 9:15 PM

  27. riez

    Kapan negara ini bisa belajar,setelah baca postingan ini nyesel dulu sering bolos waktu upacara bendera

    10 April 2011 at 10:54 PM

  28. pemuda nya tuh bro prima yah. hihi semangat brooo. hidup sang saka merah putih. merdeka merdeka. itu kebanggaan kita. salut lah buat bro

    11 April 2011 at 4:31 AM

  29. 'Ne

    salut deh, gak usah dipikirin apa kata orang yang hanya sekedar melihat.. Sang saka Merah Putih itu harga diri bangsa kita..

    bukan hanya sekedar kain, tapi makna yang terkandung di dalamnya..

    makasih renungannya..

    11 April 2011 at 9:41 AM

  30. Beruntungnya saya berkenalan di dunia blogger dengan satu dari sekian pemuda langka yang masih peduli dengan hal-hal seperti ini,, makasih sudah mengingatkan kembali tentang atribut kebangsaan yang sudah terlupakan 🙂

    11 April 2011 at 6:13 PM

  31. wah, jujur sy tidak memiliki jiwa nasionalisme seperti itu Wan.. :-s

    tiap orang berbeda2 sih ya… 😀
    hehehe

    12 April 2011 at 9:00 PM

Leave a reply to Rusa Cancel reply