Frames, Green, Rustle and Sweet Tea

Fotografer atau Photoshoper?

Sudah lama rasanya saya tidak menulis, dan minggu ini saya sedikit ingin menulis tentang ganjalan yang ada di hati… *halah lebay πŸ˜€

Langsung saja, di sebuah forum fotografi saya terperanjat pada sebuah topik atau thread yang bertajuk “Sejauh mana olah digital diterima?” dengan pertanyaan awal sebagai berikut:

“Hampir semua foto yang dipublikasikan di sini hasil olahan, bahkan sedemikian rupa sehingga kekuatan alami gambar tersamarkan oleh keindahan artistik bikinan photoshop. Apa iya, harus diolah sampai sejauh itu? Saya sendiri berdisiplin hanya sebatas cropping, dan penajaman warna (optimized color). Bagaimana menurut Anda? Pilih alami atau olah digital yang all out?” (A. Sofyan)

Kemudian saya teringat dulu sekali, ada sebuah komentar seorang blogger di blog saya, saya lupa persisnya, kira-kira begini:

“Saya suka fotografi, tapi saya ingin jadi fotografer handal, dan bukan seorang photoshoper yang handal mengedit foto”

Ya dengan kata lain, bisa dibilang saya bukan fotografer, tapi hanya seorang ahli photoshop atau software edit gambar yang selama ini memanipulasi gambar menjadi bagus. Kemudian saya berpikir, apa yang salah? bagaimana sebenarnya?

Berbicara tentang foto yang tampil di blog ini selama ini. Ya, saya mengakui, sebagian besar telah melaui proses editing, ntah itu warna, brightness, kontras, dan kawan-kawan. Lalu apakah saya bisa disebut Photoshoper (pengguna Photoshop) atau Lightroomer (pengguna lightroom)? Ya itu benar. Lalu apakah saya bukan fotografer?

Saya tidak bisa menjawab ini. “Fotografer”, kata itu terdengar terlalu berat. Saya cuma tahu saya suka memotret dan kebetulan saya punya kamera DSLR (yang hanya) entry level. Jika saya disebut fotografer, rasanya saya bukan ahli, dan saya sendiri tidak menghasilkan uang dengan fotografi atau hasil karya saya bukan maha karya yang dikenal oleh para pakar fotografi di negeri ini. Intinya sejauh ini saya cuma seorang hobiis. It saja mungkin.

Jadi bisa dikatakan saya seorang picture editor yang suka memotret, atau photoshoper yang suka fotografi *bingung kan?

Pertanyaan selanjutnya: Apa menjadi photoshoper itu “hina” dalam dunia fotografi? Pertanyaan ini hakikatnya hampir sama dengan pertanyaan di forum yang saya kutip di atas. berikut beberapa jawaban-jawaban dari anggota forum.

“Memang oldig dan photography tidak bisa dipisahkan dan sudah menjadi satu kesatuan. Tapi saya masih percaya bahwa oldig adalah nomer urut kesekian. No 1 adalah belajar membuat foto sebaik mungkin, dengan minimal Oldig (olah digital). Toh kita kan fotografer, buka photoshoper.” (Widjaja)

“Jauh sebelum ada photoshop, banyak pencetak yang menerima jasa mengolah foto di kamar gelap dengan hasil yang tidak kalah ekstrim dibanding sekarang. Toh hasilnya diakui sebagai karya sang fotografer, lalu di era digital, dengan sedikit belajar, kita semua menjadi bisa karena dimudahkan oleh teknologi, bukankah seharusnya lebih diterima” (Johntefon)

“Buat saya tidak penting apakah foto itu diolah atau tidak,
tetapi lebih kepada apakah foto itu indah dan bisa dinikmati atau tidak..
karena pada akhirnya orang lain menilai hasil akhir sebuah foto, bukan prosesnya…ya ngga?” (Iskandar)

 

“Batasan oldig susah dijelaskan ya .. tapi OLDIG kalo dari persepsi saya, adalah suatu pengolahan pada foto yang tidak mempengaruhi mata .. artinya …. dalam arti orang tidak tahu kalau foto ini telah melewati proses olah digital .. itu batasannya menurut saya ^^”(agoes)”

Nah ternyata banyak pro kontra juga ya.

Istilah “fotografer” cenderung menyangkut hal yang berkenaan dengan teknis memotret dan seni dalam menciptakan foto. Lalu bagaimana dengan photoshoper dan kawan-kawan? Kalo menurut saya, seorang photoshoper, atau lightroomer, atau Olah digitaler, dan kawan-kawannya itu tidak hina. Siapa bilang mereka unskill? gak pake teknis, atau gak pake seni?

Seperti tulisan saya di “Cuma Masalah Selera“, ternyata gak cuma fotografer yang punya selera, tapi photoshoper juga butuh selera dan seni tentunya. Katakanlah dua orang photoshoper diberikan foto yang sama dan software yang sama, apakaha hasilnya sama? tentu tidak kan? apakah dua supir angkot menyetir angkot yang sama akan sama enaknya? tentu tidak.

Photoshoper yang baik mengetahui elemen-elemen seni dalam grafis. Mengetahui warna dan perpaduannya, mengetahui cahaya dan pengaturannya, mengetahui apa yang salah dari suatu foto dan bagaamana memperbaikinya, dan pastinya mengetahui apakah foto mentahan yang dia akan edit itu bagus atau tidak untuk diedit. Nah lho! πŸ™„

Software hanya sebuah alat, saya pernah membaca tulisan: Jangan pernah berpikir photoshop bisa “menyelamatkan” foto kita, photoshop hanya “memperbaiki” atau “menyempurnakan”. Jujur saya juga merasa, selalu liat-liat dulu apakah foto saya ini “layak” edit atau tidak. Saya tidak pernah berpikir untuk mengubah foto blur menjadi super tajam, atau foto jelek menjadi foto yang luar biasa. Intinya apa? Hasil edit photoshop sangat tergantung kualitas foto mentahnya, jika foto mentahnya sudah tidak menjanjikan, contoh: tidak focus, atau blur, maka tidak akan menghasilkan hasil edit yang bagus. Saya jamin! Saya sendiri sering mengalami situasi dimana saya menyerah untuk mengedit foto hasil jepretan sendiri. Awalnya saya pikir saya bisa melakukan ini-itu terhadap foto tersebut, ternyata tidak. Saya akhirnya lebih baik tidak menampilkannya daripada menampilkan hasil foto yang “cacat” (at least di mata saya).

Ternyata menjadi seorang photoshoper juga tidak sembarangan kan? Di luar kekuatan teknis digital, mereka juga harus dibekali ilmu-ilmu fotografi yang memadai, foto-foto yang memang baik (mentahnya), dan tentunya kelihaian dalam melihat kelebihan dan kekurangan suatu foto.

Lalu sampai mana batas olah digital atau editing foto itu?

Tidak ada yang membatasi. Ada yang typical hanya mengedit “apa yang ada”, tetapi ada juga yang typicalΒ  “membuat ada”, atau mereka menyebutnya digital imaging. Itu lho, yang suka mengabungkan beberapa image/gambar jadi kesatuan foto yang terlihat alami, tetapi umumnya kita bisa masih bisa melihat kalau foto itu adalah manipulasi, dari yang “luwes” nan alami sampai yang “extreme” nan ajaib seperti kuda bersayap, gadis bersayap malaikat, pelangi dan peri-peri yang muncul di kebun bunga, atau tiba-tiba ada sepasang kekasih berbaju pengantin jawa dengan background menara eiffel, hahahahah… semua lumrah. Boleh-boleh saja. Tapi saya adalah typical “apa yang ada”, apa yang saya tampilkan di blog ini semua adalah asli / apa adanya. Tidak ada penambahan atau penggabungan dengan foto lain.

Seperti foto di atas. Meskipun hal itu bisa terjadi, jangan pernah berpikir saya menggabungkan foto sampah dan foto ayam, kemudian menghasilkan gambar seperti ini. Hehehhe… Jika pun saya nanti melakukannya, saya pasti bilang. πŸ˜€

Saya sendiri menyukai foto editan yang sedemikan rupa sealami mungkin. Meskipun memang terkadang ada editan yang tidak sempurna alami, tetapi saya ingin foto editan saya tidak “menganggu” mata yang melihat atau dengan kata lain mereka yang melihat merasa foto saya wajar dan bisa diterima oleh akal. Tidak ada celetukan “kok aneh ya?” atau “kok lebay sih”? Saya sendiri masih belajar untuk itu dan akan terus belajar.

Jadi intinya apaan?

Ya, apapun cara mengolah foto kita, mau tanpa editing atau dengan editing, yang terpenting adalah hasil akhir dan bagaimana orang lain bisa menikmatinya. Karena tujuan kita memotret pasti ingin berbagi dengan orang lain, ingin orang lain melihat sisi indah suatu objek yang kita lihat. Syukur-syukur hasil akhir itu disukai oleh orang lain.

Sekali lagi ini hanya pendapat saya, tidak ada tujuan mengajari atau mencari pembenaran. Saya hanya mengungkapkan apa yang saya pikir. Maklum aja kalo ada salah, namanya juga pemula, hihiihih.. Semoga bisa memberikan pencerahan dan bermanfaat buat pembaca.

Hihiihih… masih alami kan? πŸ˜€ πŸ˜€ πŸ˜€

Salam Jepret!

41 responses

  1. Kalo menurut saya sih Mas, yang lebih penting adalah berkarya. Tidak terlalu merisaukan apakah itu hasil dari seorang fotografer atau photoshoper.. Tapi ini menurut saya pribadi lho Mas. Bisa salah bisa nggak, hehe.. Salam hangat;

    19 June 2011 at 9:50 PM

  2. salam jepret kak,, engiengggggggg,,,
    kl willy mah ” Just Amateur Phtograph”
    hahahhahahahahahhahahah,,
    masalah photosoper or potograper,, Tergantung gimana nanggapin nya kak,,
    kl willy mah moto pake ilmu yg dipunya,,
    trz tinggal digaremin dikit dah sama sotosop,,

    ibarat mama masak,, “tanpa garem pun dah enak, nah tinggal digaremin dikit dah,, biar lebih manyossss” hwhwhwhwhwh

    19 June 2011 at 10:01 PM

  3. sebagai yg suka motret tapi gk bisa ngedit foto (baru2 aja kenal picasa πŸ˜€ ), aku pgn bgt lho bs photoshop…

    19 June 2011 at 10:05 PM

  4. photoshop jga perlu ilmu sama halnya dg fotografi. jadi sama2 pake ilmu, berarti menurut saya itu bukanlah hal yang hina… πŸ˜€
    saya juga sering ngutak2 poto pake sotoshop, tapi ya sama seperti apa yg ms prim bilang tadi, dilihat dulu gimana mentahannya. Kalau mentahannya ga bagus ya ga akan diutak-atik, wong sudah ga bagus gitu…

    salaam…

    20 June 2011 at 12:38 AM

  5. I love the buffalo!

    20 June 2011 at 3:57 AM

  6. Yah, ini juga masalah selera dan prinsip sih. 😐
    Kalo memang seseorang berprinsip mengedit besar2an fotonya, ya itu artinya dia photoshoper. Kalo seseorang bertekad nggak mengutak-atik fotonya, dia fotografer. πŸ˜€
    Saya pernah baca di rubrik foto KOMPAS, kalo gak salah kata Arbain Rambey, pengeditan foto masih bisa diterima dalam batasan tertentu. Saya akui saya ‘hanya’ mengutak-atik foto sebatas mengatur kekontrasan, kecerahan warna (exposure), dan curve warna (RGB).

    20 June 2011 at 7:39 AM

  7. i’m proud to be a photoshoper….
    waktu masih kerja di tabloid, I helped a bunch of celebrities to remove their wrinkles, pimples and red eyes, digitally. Kadang menghilangkan beberapa kilogram dari wajah atau badan mereka…..
    salam kenal….

    20 June 2011 at 7:59 AM

  8. hahaha.. coba buka fotografer.net gan! ini mah bukan masalah. Fotografi sendiri nggak membatasi tentang olah digital ko. Buktinya ada kategori sendiri untuk foto-foto olah digital. Tergantung tema dan seleranya, gan.. Sedangkan limitasinya sendiri ya berasal dari diri masing2. Ada yang memang tidak mau menggunakan fotoshop sama sekali, ada yang setengah-setengah, ada juga yang all out. Kalo hanya sebatas cropping, brightness and contrast adjustment sie itu standart. Bahkan diperbolehkan di dunia fotografi internasional. jadi nggak perlu diributkan apakah anda seorang photographer ataupun photoshoper (yang ini baru denger nie, istilahnya). kalau bagi saya sendiri, fotoshop itu tidak lebih dari sekedar “lensa tambahan”, bersifat sebagai tool kit saja. nggak ada pun nggak masalah. ada ya lebih baik toh? hehehe..

    20 June 2011 at 8:29 AM

    • Pijar

      Idem. Kebetulan saya jg punya akun di fotografer.net.

      6 June 2012 at 10:58 AM

  9. aslih

    *tuing**!!… nggak nyambung pim.. hahaha
    anyway, buat gue si penikmat foto, I don’t care about the process behind the pictures… I just care that I enjoy/don’t enjoy the pictures…. πŸ™‚

    20 June 2011 at 8:43 AM

  10. gua setuju banget ama lu prim.
    gak masalah lah edit gak edit, yang penting kan hasil akhirnya itu emang bagus dan bisa dinikmati.
    yang penting fotonya masih asli dalam artian gak ditambah2in gambar2 yang lain ya…

    jago photoshop itu juga keahlian lho.. dan gak semua orang bisa ngedit foto dengan bagus. walaupun bisa photoshop, hasilnya belum tentu bagus. karena kreatifitas orang beda2.

    mau dibilang fotografer atau photoshopper, itu kan sekedar label doang ya… gak masalah lah dan gak perlu diambil pusing. πŸ˜€

    20 June 2011 at 8:53 AM

  11. saya suka orisinil,
    kalo photoshop buat kebutuhan non-negative gpp laaah

    best regards
    HAN
    http://mhprihantoro.blogdetik.com/

    20 June 2011 at 9:26 AM

  12. Hemm.. kalo aq pikir selama ini mas terlalu banyak pake efek photosopnya. seperti efek gelap itu, kan hilang nuansa alaminya… hemm…

    soal penamaan itu terserah deh, di sebut apa juga masalah…
    yang penting enjoy melakukan hobby.. πŸ™‚

    20 June 2011 at 10:06 AM

  13. Ann

    Aku suka foto dan edit foto (dari yang biasa sampai yang gak biasa/foto montage) hanya untuk kepuasan pribadi jadi aku tidak terlalu pusing dengan pengelompokan seperti itu.

    20 June 2011 at 10:09 AM

  14. walau bagaimana pun saya lebih suka menikmati hasil jepretan fotograper, lebih alami….

    20 June 2011 at 10:50 AM

  15. yangbelajardariprima

    tulisan prima tentang fotografi selalu membesarkan hati saya sebagai pemula yang hanya punya kamera poket dan belum punya pengetahuan cukup untuk mengedit foto.

    yang penting memotret dan mengedit dilakukan dengan riang
    dan bagi saya itu proses.. bila tadinya kita lebih mengandalkan hasil editan
    lama kelamaan cita rasa pasti meningkat dan akan berusaha menghasilkan foto alami yang lebih baik

    makasi prim..!

    20 June 2011 at 11:41 AM

  16. menjadi fotografer lebih mahal daripada photoshopper πŸ˜›
    soalnya saya gak punya kamera bagus..

    20 June 2011 at 1:32 PM

  17. kalau bagus apa salahnya diedit ya, kalau prima mau ngajarin aku mau banget tuh diajari online πŸ™‚

    20 June 2011 at 2:25 PM

  18. long time ga baca tulisan prima…..nice to read yours again bro…. bagi gw mah mau di edit atau ngga diedit yg penting fotonya enak dilihat udhlebih dari cukup…

    20 June 2011 at 2:38 PM

  19. aku, aku abis baca ini koq jadi ragu mo upload fotoku 😦 keknya fotoku yg tak upload gada yg gak hasil croping ma adjusting contras 😦

    20 June 2011 at 2:53 PM

  20. ejawantahblog

    Mantap ulasan Sob, dan saya setuju seperti yang dikatakan dengan sahabat kita Necky diatas, “yg penting dotonya enak dilihat”

    Sukses selalu
    Salam
    Ejawantah’s Blog

    20 June 2011 at 3:20 PM

  21. Wah saya sih bukan kedua-duanya Mas..
    Saya kayaknya fotogenik.. hehhheee

    20 June 2011 at 10:46 PM

  22. saya sih cuman penikmat doang mas.. Ga masalah jg bagi saya kalo ada sentuhan photoshop utk buat gambar2 jadi lebih menarik.

    Dan.. saya selalu suka picsnya mas prim.. πŸ™‚

    21 June 2011 at 12:45 PM

  23. yang jelas foto sebagai hasil dokumentasi sebuah kegiatan atau peristiwa

    21 June 2011 at 2:39 PM

  24. jadi photoshoper, lightroomer, kan perlu keahlian tertentu, mas. nggak semuanya bisa ngedit2 gitu. meski bisa, tapi nggak sampe ahli.
    setuju sama mas prima, meski ngeditnya udah pol2an tapi mentahannya ga bagus, tetep aja hasilnya ga akan bagus. jadi ngedit kan cuma untuk mempercantik aja, bukan untuk merubah πŸ˜€

    22 June 2011 at 6:18 AM

  25. Pada akhirnya, software OLDIG akan embedded ke kamera. Beberapa kamera saku modern sudah membekali software OLDIG ini sehingga bisa menghasilkan karya2 yang luar biasa, bahkan ada yg hasilnya bisa menyaingi kamera DSLR. Kita tunggu saja masanya dimana software OLDIG ini masuk juga ke DSLR. Eh, apa sudah ada?

    Salam hangat

    26 June 2011 at 8:25 PM

    • Pijar

      Sudah ada dari beberapa tahun yang lalu, contoh kamera Nikon D90 yang keluar pada tahun 2008, sudah ada proses retouch. meskipun simple, setidaknya itu merupakan program untuk mengkoreksi hasil dari sebuah foto (orisinil).

      6 June 2012 at 10:55 AM

  26. jadi….foto yg terakhir itu sapi nya beneran ada 2 ato hasil editan???

    28 June 2011 at 2:34 PM

  27. tergantung selera sih, dan juga penggunaannya..
    saya yg hanya pemakai kamera saku, biasa pake photoshop buat menajamkan warna, menghilangkan noise, pencahayaan,,tp tdk berlebihan.. maklum, ndak trlalu bisa PS..

    4 July 2011 at 7:38 PM

  28. Kalo saya kebih suka dengan cara kamera jadul melatih kepekaan kita membaca kombinasi pencahayaan yang tepat.

    Apapun itu, yang penting kita bisa menikmatinya saat berkarya. Apakah hasilnya, cukup kita saja yang bisa menikmatinya atau orang lain pun juga bisa. Masing-masing punya gaya yang berbeda-beda yang sebaiknya tetap dipertahankan dan terus diasah.

    Salam

    25 July 2011 at 9:13 AM

  29. Saya malah cuma bisa jepret, itupun kadang fotonya kabur…hehehe….
    Btw, saya suka foto-foto di blog ini….baru berkunjung setelah dari blog usagi

    31 July 2011 at 1:02 PM

  30. intinya adalh pengendalian diri hiihi πŸ™‚ πŸ™‚ πŸ™‚

    21 August 2011 at 10:55 PM

  31. ange

    kalo membicarakan masalah hina kok kayanya agak lebay hehe, menurut saya sih dua2nya butuh imajinasi yang tidak gampang, kalo melihat hasil editan tingkat tinggi sekarang kadang saya juga bertanya-tanya apakah orang ini seorang photografer atau photoshoper, namun nampaknya hal itu sekarang sudah tidak terlalu penting jika melihat dari sisi bisnis, karena hasil bagus tidaknya ditentukan oleh si konsumen, terlalu idealis juga pastinya tidak bagus apalagi jika sudah membicarakan kepentingan orang lain (client). Hanya ya mungkin kalo seseorang photografer sudah tingkat dewa yang sudah banyak menuntut ilmu biasanya memang tidak udah ada acara edit2an di photoshop lebih jauh, ini nampaknya perbedaan yang kentaranya antara seorang photoshoper dan photografer, seorang photoshoper tak perlu mutlak mengambil hasil objek yang perfect seperti photografer pro, jadi biasanya seorang pemula pun dapat menghasilkan foto yang ajaib asal photoshopnya jago, namun jika kita telaah lagi segala sesuatu perlu tahap, buat sampai mendapatkan hasil maksimal equipment yg dibutuhkan oleh seorang photografer pro biasanya juga tidak terjangkau oleh seorang (seperti saya) misalnya, jadi apa boleh buat untuk tingkat pemula terkadang untuk beberapa foto lebih mengandalkan pengeditan di photoshop, kata terakhir dari saya…. Tetaplah membuat karya yang luar biasa jangan minder hanya karena masalah ‘label’

    21 December 2011 at 7:15 PM

  32. Pijar

    Saya senang motret dan dalam arti serius dalam memotret, perlu konsep, format, dan komposisi. Dan saya pun pengguna olah digital yang serius demi memperindah dari hasil motret saya, jujur, saya sudah 6 tahun menggunakan photoshop, terus terang sampai detik ini saya pun tidak lepas dari kata ‘masih belajar’, karena saya bisa bukan karena kursus, saya otodidak, jadi tidak secara sistematis, hal yang wajar bila dalam 5 tahun baru menemukan cara dasar yang efektif, untuk itu saya masih belajar. Begitu pun dengan teknik saya memotret, perlu materi dan feeling yang tajam untuk menghasilkan hasil yang baik. Sangat miris bila ada pelaku seni menjelek-jelekan pelaku seni yang lain.

    Satu saran: “Terus lah berkarya !”. Salam.

    6 June 2012 at 10:26 AM

  33. tony hr

    dengar ya kalian semua fotografer tanpa photoshoper..sama aja anda bilang jepret tanpa kamera kan lucu.! jgn pd ngeyel gkgkgk

    14 June 2012 at 5:21 AM

  34. saya kebetulan keduanya, tukang ngedit dan tukang foto… yg saya tau bahwa kunci karya yg baik ada 3 : kamera, lighting, photoshop. πŸ™‚

    20 June 2012 at 6:53 PM

  35. geri

    proses lebih penting dari pada hasil akhir.. πŸ˜›

    3 July 2012 at 4:52 AM

  36. asli lebih baik

    5 September 2012 at 11:53 AM

  37. hihihi aneh sih? tool kok di pikirin ruwet2? kan cuma tool… kalo gue bole bilang sih…not tools..but your head!

    21 September 2012 at 11:27 AM

  38. vanduber

    owh istilah buat yang suka ngedit2 foto itu photoshoper. bisa bisa, great works. regards πŸ˜€

    GPS Tracking

    21 February 2013 at 9:46 AM

  39. tq artikel / blog ini
    dah tau gue… fotografer ato photoshoper hehheheehehheee
    cenderung gue photoshoper….. tapi bener juga…. gk sembarang otak atik foto…. lho…
    dan hargai juga sih… klo emang hasilnya murni non oldig ^_*

    15 March 2013 at 6:42 PM

Leave a comment