Frames, Green, Rustle and Sweet Tea

Photography

TLPC : Pameran Foto Perdana

Ini tulisan dadakan!

Hi pembaca setia blog ini, hahaha… maaf ya sudah lama tidak menulis, alasannya akan saya ceritakan nanti di postingan selanjutnya, yang pasti saya menulis kali ini sifatnya dadakan tapi harus, karena ini bentuk apresiasi saya terhadap keberhasilan sesuatu, bentuk rasa bahagia dan juga rasa haru…

Hari ini TLPC (Tanah Laut Photo Club), komunitas fotografi di kabupaten tempat saya tinggal yang sempat saya ceritakan disini dan disini melaksanakan pameran foto perdananya! Bertajuk “Wajah Tanah Laut” mengangkat hal tentang sumber daya alam, wisata dan sosial budaya di kabupaten tersebut. Pameran foto ini tentu tidak hanya menguras tenaga dan pikiran, tetapi cukup menguras biaya dan juga perasaan tentunya. Ada sebuah perjuangan yang tidak mudah di balik kesuksesan acara ini, ada sebuah cerita dan ada sebuah lika-liku panjang sebuah organisasi baru yang mengawali langkahnya dengan bermodal sebuah tekad… “Kita harus tunjukkan bahwa ada TLPC di kabupaten Tanah Laut”

“Langkah pertama ini pasti akan sangat sulit, tetapi setelah ini langkah-langkah selanjutnya pasti akan lebih mudah” begitu saya pernah bilang ke teman-teman, dan untuk itu, kita butuh tangan dan kaki yang 100 kali lebih kuat untuk menjadikan acara ini terwujud. Dalam keterbatasan kekompakan, keterbatasan dana, dan keterbatasan waktu kami seperti para pemimpi kecil sederhana yang tak putus asa. Jatuh bangun dalam kegiatan ini dan masalah-masalah datang silih berganti memecut kami untuk berjuang lebih keras.

Kini semua berbuah manis, kegiatan pameran foto tersebut terbilang sukses.

Sebuah sms meluncur ke HP saya:

“Acara dibuka oleh Bupati dan unsur muspida, Kapolres mau ikut bergabung sebagai Pembina/ Penasihat, Ketua DPRD Tanah Laut akan jadi ketua kita, Bupati dan Wakil Bupati interest sekali sama hasil karya kita dan membeli salah satunya dengan harga fantastis, dan banyak orang yang datang untuk melihat..”

Bergetar hati saya membacanya, mengetahui perjuangan selama ini tidak sia-sia, ada genangan tipis di mata saya, “Selamat teman-teman atas kesuksesan kita”  dalam hati saya.

Hari ini saya hanya diam di kamar saya di Bogor, ribuan kilo dari tempat acara berlangsung. Hari ini saya menuliskan status di FB tentang suasana Bogor hari ini yang panas, kering dan barangin, mengingatkan saya tentang Pelaihari, tempat acara tersebut berlangsung, dan saya benar-benar ingin berada di sana hari ini.

Berbagai ucapan terimakasih, ungkapan syukur dan kebahagiaan datang silih berganti malam ini, seolah sudah cukup membuktikan kepada saya bahwa acara tersebut berjalan sukses meskipun saya tidak melihatnya dengan mata dan kepala sendiri. Hari pertama puasa ini seperti penuh dengan rahmat dan rasa syukur yang teramat, khususnya saya yang sedang jauh dari teman-teman seperjuangan. Hari ini hari pertama puasa ramadhan, hari ini hari ulang tahun anggota kami, Bagus, dan hari ini pula hari pameran perdana kami yang sukses. Tuhan sungguh perencana yang ulung. Alhamdulillah.

Sedikit flashback tentang saya dan TLPC…

Saya adalah “anak baru” di lingkungan Pelaihari, Kab. Tanah Laut, saya dipertemukan oleh anak-anak TLPC melalui sebuah grup di FB sekitar Januari 2011. TLPC berkembang pesat sampai akhirnya terbentuk organisasi dan rencana kegiatan, yaitu pameran pertama ini.

Saya yang seorang pengangguran tentu saja seperti menemukan tempat pelarian untuk mengamalkan kapasitas saya, semampu yang saya bisa. Berbekal sedikit ilmu dari bangku perkuliahan saya ikut aktif dalam persiapan kegiatan, mulai dari nol sampai sekarang, itulah mengapa saya tau persis betapa beratnya perjuangan kami.

Saya tahu bahwa saya tidak akan lama berdiam di tempat ini, maka saya pernah menolak saat ditunjuk untuk menjadi pengurus, saya tidak bisa menjamin sampai kapan saya masih ada di Pelaihari, sedangkan cepat atau lambat waktu perpisahan itu akan tiba, dan saya sadar akan itu.

Teman-teman di TLPC adalah orang-orang yang optimis dan penuh semangat, dan saya percaya itu, saya bisa merasakannya, dan saya memutuskan untuk “bergembira” bersama mereka, karena saya tau, ada potensi di dalamnya, ada cahaya kesuksesan yang belum tampak, maka dari itu saya tidak main-main di dalamnya. Saya bergembira, tetapi tidak main-main dalam bergembira 🙂

Persiapan pameran seperti  menuntut kami untuk lebih kreatif dan kritis mencari objek foto. Kegiatan hunting bersama seperti tidak ada habis-habisnya menghiasi hari-hari saya dua bulan terakhir, belum lagi kegiatan menyebarkan proposal yang kejar-kejaran dengan ketatnya waktu yang tersisa. Awalnya acara ini akan dilaksanakan sebelum bulan puasa, tapi sempat tertunda sampai akhirnya terlaksana hari ini (1 Agustus 2011). Kami melakukan yang terbaik yang kami bisa, sampai di hari-hari terakhir saya di sana…

Akhirnya kurang lebih satu minggu sebelum tanggal pelaksanaan acara pameran, saya harus meninggalkan Pelaihari, untuk kembali meniti karir saya kembali. Sebuah moment yang saya tunggu tetapi tidak saya inginkan.  Berat, tetapi harus. Ada rasa sedih dan “tanggung” karena harus meninggalkan acara yang hampir selesai ini. Saya terbang ke Jakarta dan stay di Bogor untuk sementara waktu. Maaf teman-teman, saya tidak bisa berpamitan ke setiap orang saat itu.

Sekarang,

Saya tahu ada senyum di setiap wajah teman-teman TLPC, hari ini, sebuah langkah pertama, sebuah langkah besar untuk keberlangsungan organisasi kita telah terlaksana. Doa dan air mata itu terjawab sudah. Harapan dan cita-cita semakin jelas terlihat.

Saya bangga pernah menjadi bagian dari kalian, dan saya jujur berat sekali harus meninggalkan TLPC, karena saya sudah merasa memiliki dan menemukan wadah yang membuat saya “berarti”. Kenangan dan persahabatan yang kita jalin selama ini tentu saja sangat terukir di ingatan saya, saya menghargainya dan tidak menyangkal bahwa semua sangat berarti bagi saya.

Sahabat dan rekan-rekan TLPC,

Saya mungkin akan berada jauh dan sangat jauh dari Pelaihari, tetapi saya tentu akan terus mendukung TLPC. Hehehhe, kan masih ada internet. Mohon jaga dan terus kembangkan komunitas ini menjadi komunitas yang baik, produktif dan berkualitas. Kekompakan, kerja keras, dan rasa memiliki adalah kunci keberhasilan langkah-langkah kita ke depan. Saya turut mendoakan dari sini.

Ah, sudah cukup menjadi sentimental! Mari bergembira atas kesuksesan ini! Saya terharu bahagia malam ini, karena kita berhasil! Well done! Terus semangat!

This slideshow requires JavaScript.

“Saya datang ke TLPC tanpa membawa apa-apa, tetapi saya pergi membawa ribuan kisah dan kenangan, terima kasih TLPC”

Salam Jepret!


Weekly Photo Challenge: Refreshing

Refreshing?

This…

or this…

or this one?

😀

Salam Jepret!


Weekly Photo Challenge: Worn

I found the wooden bench under a big tree on my way to a remote village nearby, no one sit on it anymore, since it’s worn and decayed…

A worn helm with my reflection on it. It’s fun! coz the reflection such a fish eye lens result! 😀


Jump!

😀

Let’s have fun in photography!

*

#hasil iseng rotate badan lanjut rotate gambar…


Next time

 

I’ll catch you next time…

 


Fotografer atau Photoshoper?

Sudah lama rasanya saya tidak menulis, dan minggu ini saya sedikit ingin menulis tentang ganjalan yang ada di hati… *halah lebay 😀

Langsung saja, di sebuah forum fotografi saya terperanjat pada sebuah topik atau thread yang bertajuk “Sejauh mana olah digital diterima?” dengan pertanyaan awal sebagai berikut:

“Hampir semua foto yang dipublikasikan di sini hasil olahan, bahkan sedemikian rupa sehingga kekuatan alami gambar tersamarkan oleh keindahan artistik bikinan photoshop. Apa iya, harus diolah sampai sejauh itu? Saya sendiri berdisiplin hanya sebatas cropping, dan penajaman warna (optimized color). Bagaimana menurut Anda? Pilih alami atau olah digital yang all out?” (A. Sofyan)

Kemudian saya teringat dulu sekali, ada sebuah komentar seorang blogger di blog saya, saya lupa persisnya, kira-kira begini:

“Saya suka fotografi, tapi saya ingin jadi fotografer handal, dan bukan seorang photoshoper yang handal mengedit foto”

Ya dengan kata lain, bisa dibilang saya bukan fotografer, tapi hanya seorang ahli photoshop atau software edit gambar yang selama ini memanipulasi gambar menjadi bagus. Kemudian saya berpikir, apa yang salah? bagaimana sebenarnya?

Berbicara tentang foto yang tampil di blog ini selama ini. Ya, saya mengakui, sebagian besar telah melaui proses editing, ntah itu warna, brightness, kontras, dan kawan-kawan. Lalu apakah saya bisa disebut Photoshoper (pengguna Photoshop) atau Lightroomer (pengguna lightroom)? Ya itu benar. Lalu apakah saya bukan fotografer?

Saya tidak bisa menjawab ini. “Fotografer”, kata itu terdengar terlalu berat. Saya cuma tahu saya suka memotret dan kebetulan saya punya kamera DSLR (yang hanya) entry level. Jika saya disebut fotografer, rasanya saya bukan ahli, dan saya sendiri tidak menghasilkan uang dengan fotografi atau hasil karya saya bukan maha karya yang dikenal oleh para pakar fotografi di negeri ini. Intinya sejauh ini saya cuma seorang hobiis. It saja mungkin.

Jadi bisa dikatakan saya seorang picture editor yang suka memotret, atau photoshoper yang suka fotografi *bingung kan?

Pertanyaan selanjutnya: Apa menjadi photoshoper itu “hina” dalam dunia fotografi? Pertanyaan ini hakikatnya hampir sama dengan pertanyaan di forum yang saya kutip di atas. berikut beberapa jawaban-jawaban dari anggota forum.

“Memang oldig dan photography tidak bisa dipisahkan dan sudah menjadi satu kesatuan. Tapi saya masih percaya bahwa oldig adalah nomer urut kesekian. No 1 adalah belajar membuat foto sebaik mungkin, dengan minimal Oldig (olah digital). Toh kita kan fotografer, buka photoshoper.” (Widjaja)

“Jauh sebelum ada photoshop, banyak pencetak yang menerima jasa mengolah foto di kamar gelap dengan hasil yang tidak kalah ekstrim dibanding sekarang. Toh hasilnya diakui sebagai karya sang fotografer, lalu di era digital, dengan sedikit belajar, kita semua menjadi bisa karena dimudahkan oleh teknologi, bukankah seharusnya lebih diterima” (Johntefon)

“Buat saya tidak penting apakah foto itu diolah atau tidak,
tetapi lebih kepada apakah foto itu indah dan bisa dinikmati atau tidak..
karena pada akhirnya orang lain menilai hasil akhir sebuah foto, bukan prosesnya…ya ngga?” (Iskandar)

 

“Batasan oldig susah dijelaskan ya .. tapi OLDIG kalo dari persepsi saya, adalah suatu pengolahan pada foto yang tidak mempengaruhi mata .. artinya …. dalam arti orang tidak tahu kalau foto ini telah melewati proses olah digital .. itu batasannya menurut saya ^^”(agoes)”

Nah ternyata banyak pro kontra juga ya.

Istilah “fotografer” cenderung menyangkut hal yang berkenaan dengan teknis memotret dan seni dalam menciptakan foto. Lalu bagaimana dengan photoshoper dan kawan-kawan? Kalo menurut saya, seorang photoshoper, atau lightroomer, atau Olah digitaler, dan kawan-kawannya itu tidak hina. Siapa bilang mereka unskill? gak pake teknis, atau gak pake seni?

Seperti tulisan saya di “Cuma Masalah Selera“, ternyata gak cuma fotografer yang punya selera, tapi photoshoper juga butuh selera dan seni tentunya. Katakanlah dua orang photoshoper diberikan foto yang sama dan software yang sama, apakaha hasilnya sama? tentu tidak kan? apakah dua supir angkot menyetir angkot yang sama akan sama enaknya? tentu tidak.

Photoshoper yang baik mengetahui elemen-elemen seni dalam grafis. Mengetahui warna dan perpaduannya, mengetahui cahaya dan pengaturannya, mengetahui apa yang salah dari suatu foto dan bagaamana memperbaikinya, dan pastinya mengetahui apakah foto mentahan yang dia akan edit itu bagus atau tidak untuk diedit. Nah lho! 🙄

Software hanya sebuah alat, saya pernah membaca tulisan: Jangan pernah berpikir photoshop bisa “menyelamatkan” foto kita, photoshop hanya “memperbaiki” atau “menyempurnakan”. Jujur saya juga merasa, selalu liat-liat dulu apakah foto saya ini “layak” edit atau tidak. Saya tidak pernah berpikir untuk mengubah foto blur menjadi super tajam, atau foto jelek menjadi foto yang luar biasa. Intinya apa? Hasil edit photoshop sangat tergantung kualitas foto mentahnya, jika foto mentahnya sudah tidak menjanjikan, contoh: tidak focus, atau blur, maka tidak akan menghasilkan hasil edit yang bagus. Saya jamin! Saya sendiri sering mengalami situasi dimana saya menyerah untuk mengedit foto hasil jepretan sendiri. Awalnya saya pikir saya bisa melakukan ini-itu terhadap foto tersebut, ternyata tidak. Saya akhirnya lebih baik tidak menampilkannya daripada menampilkan hasil foto yang “cacat” (at least di mata saya).

Ternyata menjadi seorang photoshoper juga tidak sembarangan kan? Di luar kekuatan teknis digital, mereka juga harus dibekali ilmu-ilmu fotografi yang memadai, foto-foto yang memang baik (mentahnya), dan tentunya kelihaian dalam melihat kelebihan dan kekurangan suatu foto.

Lalu sampai mana batas olah digital atau editing foto itu?

Tidak ada yang membatasi. Ada yang typical hanya mengedit “apa yang ada”, tetapi ada juga yang typical  “membuat ada”, atau mereka menyebutnya digital imaging. Itu lho, yang suka mengabungkan beberapa image/gambar jadi kesatuan foto yang terlihat alami, tetapi umumnya kita bisa masih bisa melihat kalau foto itu adalah manipulasi, dari yang “luwes” nan alami sampai yang “extreme” nan ajaib seperti kuda bersayap, gadis bersayap malaikat, pelangi dan peri-peri yang muncul di kebun bunga, atau tiba-tiba ada sepasang kekasih berbaju pengantin jawa dengan background menara eiffel, hahahahah… semua lumrah. Boleh-boleh saja. Tapi saya adalah typical “apa yang ada”, apa yang saya tampilkan di blog ini semua adalah asli / apa adanya. Tidak ada penambahan atau penggabungan dengan foto lain.

Seperti foto di atas. Meskipun hal itu bisa terjadi, jangan pernah berpikir saya menggabungkan foto sampah dan foto ayam, kemudian menghasilkan gambar seperti ini. Hehehhe… Jika pun saya nanti melakukannya, saya pasti bilang. 😀

Saya sendiri menyukai foto editan yang sedemikan rupa sealami mungkin. Meskipun memang terkadang ada editan yang tidak sempurna alami, tetapi saya ingin foto editan saya tidak “menganggu” mata yang melihat atau dengan kata lain mereka yang melihat merasa foto saya wajar dan bisa diterima oleh akal. Tidak ada celetukan “kok aneh ya?” atau “kok lebay sih”? Saya sendiri masih belajar untuk itu dan akan terus belajar.

Jadi intinya apaan?

Ya, apapun cara mengolah foto kita, mau tanpa editing atau dengan editing, yang terpenting adalah hasil akhir dan bagaimana orang lain bisa menikmatinya. Karena tujuan kita memotret pasti ingin berbagi dengan orang lain, ingin orang lain melihat sisi indah suatu objek yang kita lihat. Syukur-syukur hasil akhir itu disukai oleh orang lain.

Sekali lagi ini hanya pendapat saya, tidak ada tujuan mengajari atau mencari pembenaran. Saya hanya mengungkapkan apa yang saya pikir. Maklum aja kalo ada salah, namanya juga pemula, hihiihih.. Semoga bisa memberikan pencerahan dan bermanfaat buat pembaca.

Hihiihih… masih alami kan? 😀 😀 😀

Salam Jepret!


Weekly Photo Challenge: Morning

Yiiaaayyy! Morning is easy theme of weekly photo challenge this week! Let’s see morning view in the places I had ever been…

 Morning in Bogor, West Java (Salak Mountain as background)

*

Morning in Bondowoso, East Java

*

Morning in Pelaihari, South Kalimantan

*

Morning in Tabanio/Takisung, South Kalimantan

*

Morning in Kepulauan Seribu, Jakarta

*

Morning in Bandar, Brunei

*

Morning in Apopka, Florida

*

Morning in Huntersville, North Carolina

*

Morning in New York City, NY

*

*

*

😀

That’s all!

This slideshow requires JavaScript.

PS: Ternyata sebelum kenal Om NH, aku juga bisa gaya sedakep! *ngeles padahal aslinya kedinginan 😛


Weekly Photo Challenge: Numbers

Yeah, it’s quite late already… Sorry 😦

Last week theme is NUMBERS

Ross, my friend from Zimbabwe gave me about two years ago as a gift. He said this bill was not more than an US dollar!  😆 In Zimbabwe they started change the currency, the better one with smaller digits, it means this currency should not used or valid anymore. cmiiw.

Let’s count how many zeros appear there? 😆


I wish…

I wish I could go back in time…


Dalam Darma

Di gunung…

*

Di laut…

dalam darma…


Ibu Guru

Ibu Dewi, begitu kami memanggilnya. Guru muda pengajar Bahasa Inggris di sebuah sekolah di pedalaman Kecamatan Takisung, Tanah Laut. Pagi itu, Ibu Dewi bersantai menikmati indahnya dermaga dan muara sungai sebelum memulai pelajaran. Selamat mengajar bu!


Ambungan Siang Itu…

Edited with photomerge (PS), color by LR.

Ambungan, nama sebuah desa di pinggiran kota Pelaihari. Berlatar gunung keramaian, sawah luas membentang sejauh mata memandang. Dan siang itu, saya sedang menyantap makan siang, mari! 😀

PS: Anda tidak puas dengan ukuran gambar? klik gambarnya untuk melihat ukuran yang lebih besar 😉

 


Weekly Photo Challenge: Water

Splashing water

a souvenir from rainy day…


Ayah Pulang

*

Ayah Pulang


Nothing

*

Nothing


Weekly Photo Challenge: Tiny

Almost forget that I participate this challenge since I have been so busy recently. But I won’t miss one of them, I promise, thus at least I will have a post in a week, 😆

TINY.. What tiny things have you ever seen? How could you say that one is tiny? This one is a bit tiny, that one is tinier, or tiniest… It’s just relative I think…

A little bright green moth landed on my paper that evening. You can compare its size with the text size. I believe that was considered as tiny, but wait, everything can be tiny if you compare with something more-more bigger that itself.

*

For example…

Can we say a human is a tiny one under the gigantic trees? I took this picture in Dramaga Forest, near from Situ Gede in Bogor. I found a lot of a big trees there, and I surely believe there are bigger ones out there, yeah somewhere I don’t know.

*

And something NOT tiny can be tiny, if they are made as mini version or toys…

An old plastic (tiny) car trapped on roof! A kid might throw that toy car to the roof and couldn’t take it back. The picture taken on a roof of abandoned house in a village. Quite scary I remember… 😀  OK, that’s all.

Salam Jepret!


Pengantin diarak Ontel

Ya, itulah Bagus, teman saya yang diarak oleh para ontelis, para pecinta sepeda ontel di kabupaten Tanah Laut yang tergabung dalam WASIAT TALA (Wadah Sapida Tuha Tanah Laut). Bagus sendiri adalah anggota WASIAT sekaligus anggota TLPC (Tanah Laut Photo Club), komunitas fotografi dimana saya bergabung.

Sebuah Kartu Ucapan

Minggu. 15 Mei 2011, pukul 9 pagi, arak-arakan dimulai dari rumah Bapak Ibnu, ketua komunitas ontel, dan berakhir di rumah mempelai tempat berlangsungnya acara resepsi pernikahan. Rutenya? Keliling kota Pelaihari! Hahahahahah… Arak-arakan ini mengikutsertakan anggota WASIAT sendiri, beberapa penggemar ontel Banjarbaru dan Banjarmasin, plus beberapa anggota komunitas fotografi. Sedangkan anggota TLPC yang lain menyebar di beberapa titik untuk mengabadikan gambar moment yang unik dan jarang terjadi tersebut, termasuk saya.

Mempelai diarak menggunakan becak yang dihias dan diikuti oleh peserta arak-arakan yang lengkap dengan baju-baju retro-vintage dan baju tradisional, aaahh… seru sekali, benar-benar seperti kembali jaman tempo dulu! Acara unik ini tentu saja menjadi perhatian masyarakat sekitar, selain karena jarang terjadi, kemacetan sempat terjadi di beberapa titik, belum lagi bunyi bel sepeda yang khas sekali 🙂 Menghibur sekali. Di tengah rute, arak-arakan berhenti sejenak di Taman Tugu di pusat kota untuk melakukan sesi foto-foto bersama. Sungguh suatu kejutan dan apresiasi tersendiri bagi Bagus dan Ifeh pada hari pernikahan mereka tersebut. Acara ini juga menjadi ajang pembuktian eksistensi penggemar ontel dan fotografi di wilayah kabupaten Tanah Laut.

Di akhir rute, arak-arakan sempat berteduh ditepi jalan, karena tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Tetapi acara berjalan dengan sukses, setelah acara arak-arakan selesai, acara resepsi diteruskan seperi biasa. Kami para peserta dan pendukung acara arak-arakan makan bersama di sana.

Berfoto dengan TLPC

*

Seperti biasa nih, saya kasih foto-foto acaranya…

This slideshow requires JavaScript.

Simply edited with Lightroom 3.3 as usual…

*

Buat Mas Bagus dan Ifeh, Selamat menempuh hidup baru, dan Semoga menjadi keluarga idaman dan rame rumahnya sama anak-anak, hahahaha…:mrgreen:

PS: Mas Isro, ini lho acara yang saya pernah singgung kapan hari itu… 😀

Salam Jepret!


Weekly Photo Challenge: Red

Since I have been so busy this week, I just simply ended up this week challenge RED by choosing one of my collection which I think would be good for this theme. Unfortunately, I found one photo only. Let’s check!

Lampion, It’s called here. Chinese paper lantern which is so popular in Chinese culture until now. Commonly appear in Chinese temple either as a real lantern or an ornament. As ornament, this lantern for some reasons, mostly is made from red paper, and If you ever visit Chinese temple like above you obviously can see that red is the major color cover up many part of the building, walls, sculptures even incense sticks. I heard Red means luck or fortune for Chinese, cmiiw.

I took this photo in a Chinese temple I visited in downtown of Bandar Seri Begawan, Brunei. I am not sure, but it was around Chinese New Year 2010, and they made such a “red festivity” all around temple. I have never seen so many hanging lantern filled up the temple sky like that before. Nice decoration, isn’t it?

*

Wait, to make sure that red is really common color for the lantern, let me play the photo color a little bit.

I believe, for you who are familiar with the lantern, you can guess the color of the lanterns even though I made it in monotone like above. It’s always red in your mind, am I right? 😀

*

Another one. Just for fun, If you want something different, try to reduce the saturation all colors but red, orange and yellow. It’s going to be like photo below! Cool! 😀

Well, I am (still) using Adobe Lightroom 3.3 for editing, if you wondering.

Happy Blogging!


Belajar Prewedding

Hmmm… kira-kira 3 atau 4 bulan yang lalu, teman saya, tepatnya kakak kelas SD saya sekaligus tetangga dekat sewaktu kecil meminta saya untuk membuat foto prewed sederhana. Saya dengan (sedikit) pede menyanggupinya. Itung-itung bantuin teman sekaligus bisa belajar moto prewed lagi (dulu udah pernah sekali).

Foto-foto berikut diambil di 3 lokasi yang berbeda, mengambil waktu 2 hari. Di sawah, di sawah dekat gunung, dan di pantai. Dilema saya selama pemotretan, saya belum bisa mengambil ekspresi yang “pas” dari mereka. Selain karena saya kurang cepat dan cekatan mengambil gambar, saya juga paling gak bisa mengarahkan gaya... 😦 *I am tired of this. Jadilah banyak ekspresi yang saya pikir seharusnya bisa lebih baik. That’s okey, I am learning anyway.. 🙂

Lagi-lagi saya bermain warna dengan Lightroom 3.3, jadi jangan heran kalau ada beda suasana/warna dengan foto yang sama. Maksud hati semoga yang melihat tidak bosan dengan bermcam-macam warna yang saya buat disini. I am happy with this project! 😀 rasanya semakin lama semakin cinta dengan Lightroom, hehehehe…

Watch out for more than 50 pictures coming! Enjoy!

This slideshow requires JavaScript.

Buat Mbak Nurul dan Mas Harto, saya ucapkan selamat menempuh hidup baru, semoga langgeng terus ya sampai kakek-nenek dan aku segera dapet ponakan, hihihihhi…

Salam Jepret!


Cuma Masalah Selera

Seorang teman saya, saya memanggilnya Kue Ber-fla, menanyakan pertanyaan simpel bertubi-tubi seputar foto-foto saya:

“Kok bisa bagus begitu warnanya?”

“Aku gak ngerti tentang foto dan warna-warna”

“Apa itu warna, komposisi warna, dan kontras?”

Haduh! Kue Ber-fla sangat curious sekali dengan apa yang ada di kepala saya saat mengolah foto-foto saya. Seolah-olah Kue Ber-fla ingin sekali belajar banyak dari saya dan ingin punya foto-foto seperti saya.

Saya sendiri suka bingung jika dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan sejenis itu. Apalagi sempat ada komen yang bisa dikatakan sangat “wah” di postingan saya sebelum ini, hahahahaha… Saya malah merasa biasa saja dengan foto-foto saya, dari dulu sampe sekarang ya begitu-begitu saja, naik turun seputar itu, menurut saya belum ada pencapaian yang signifikan. Bahkan teman-teman fotografer saya di sini meresponnya biasa-biasa saja, ya karena memang biasa.

Bagi teman-teman blogger yang sudah mengikuti blog saya lama, mungkin melihat memang foto saya ya begitu-begitu saja. Bagi yang mungkin sering melihat lama-lama terlihat biasa, beberapa menyebutnya bagus, bahkan mungkin saya gak tahu aja, kalau ada yang gak suka, dan saya tau itu pasti ada. Whatever shot! Saya hanya memotret dengan hati. Masalah suka gak suka itu masalah biasa. Saya punya selera dan pembaca juga punya selera. Urusan selera ini yang mau saya ceritakan sedikit.

Pertanyaan Kue Ber-fla menyadarkan saya bahwa ada satu titik dimana saya tidak bisa menjelaskan sesuatu dibalik semua pertanyaannya. Saya stuck dan ingin rasanya memindahkan isi kepala saya ke kepalanya, hingga dia bisa membaca apa yang saya rasa. Itu lah selera. Selera memang bisa dirasakan atau “sampai” pada orang lain, tapi hampir tidak mungkin diduplikasi dengan identik. Selera bisa mirip, tapi tidak bisa sama persis. Saya juga kurang tau apakah selera ini berkaitan dengan “talent” yang memang dibawa semenjak lahir? Whatever

Selera ini ternyata mempengaruhi saya dan mungkin sebagian besar orang saat melihat sebuah benda visual, contohnya gambar atau foto. Saat saya memotret: komposisi, focus, pencahayaan dan angle sangat dipengaruhi selera. Meskipun banyak teknik-tekni fotografi di luar sana, tetap selera itu sangat berpengaruh buat saya. Pada saat yang sama, kamera yang sama, suasana yang sama dan objek yang sama, dua fotografer bisa menghasilkan dua gambar yang nyata beda. Mereka bilang: depend on the man behind camera, dan itu benar menurut saya.

Berlanjut pada olah gambar atau editing. Software adalah sekedar alat yang membantu, sekali lagi tergantung siapa yang menggunakannya. Sama mobilnya bisa beda rasa saat beda sopirnya. Saat saya mengedit gambar, saya menjadi Photoshopper, atau Lightroomers dan sejenisnya, saya sangat dipengaruhi oleh selera. Saya mengajari Kue Ber-fla untuk mengerjakan foto-fotonya dengan alat-alat atau software yang saya pakai. Terus apakah hasilnya akan sama? tentu tidak. Meskipun pada akhirnya Kue Ber-fla sudah expert menggunakan software itu, apakah kemudian selera dia akan sama dengan saya? tentu tidak. Saya yakin dia akan berdiri sendiri dengan seleranya sendiri.

Menurut saya selera bisa dipengaruhi tetapi tidak bisa dibohongi. Saat kita melihat gambar atau foto yang kita suka, kita terpengaruh untuk membuatnya seperti itu. Saat teman saya memberikan ide kepada saya untuk mengubah warna ini dan itu, menggelapkannya, menerangkannya, sedikit ini dan itu, bisa jadi selera teman saya itu mempengaruhi saya, tetapi pada akhirnya saya sendiri yang akan memutuskan pada titik mana saya merasa “selesai”, dan berkata “OK, saya suka yang ini” dan rasa suka itu gak bisa dibohongi. Ya kan? 🙂

Selera itu punya basic, tetapi juga bisa dieksplorasi dan bisa ditemukan. Semakin banyak kita melihat atau mendapat referensi foto orang lain, kemudian banyak mencoba menemukan kecocokannya. Selera kita berkembang dan akhirnya kita menemukan “selera basic” kita seperti apa. Warna seperti apa yang saya suka, karakter foto seperti apa yang saya suka, tipe pencahayaan seperti apa yang saya suka. Tentu saja selera akan sedikit banyak berubah dan terus berkembang seiring waktu, tetapi selalu ada selera basic yang mempengaruhi kita dari waktu ke waktu.

Pada akhirnya. Semua orang punya selera masing-masing dalam melihat suatu gambar atau foto. Tidak ada selera yang baik atau buruk. Yang ada disukai dan tidak disukai. Bisa jadi selera foto saya tergolong selera “rendah” di mata satu orang, tetapi tergolong selera “tinggi” di mata yang lain. Selalu, ini masalah yang relatif. Tidak suka bukan berarti harus menghujat, atau menjudge, apalagi menyakiti hati orang lain. Jika ternyata suka dan kemudian memuji, itu adalah hak manusia untuk berekspresi. Syukur-syukur kita bisa saling membahagiakan.Ya kan? Perbedaan selera adalah hal yang wajar dan tidak perlu dipikirkan terlalu pelik. Ini seleraku. Ini seleramu. Kita berbeda tetapi kita tetap indah.

Kue Ber-fla mungkin sekarang sedang asik-asiknya berpetualang dengan seleranya. Saya senang bisa membantu banyak orang untuk mengeksplorasi selera mereka. Karena saya sendiri masih asik belajar mengenal selera saya dengan lebih baik, mengasahnya agar semakin tajam dan kelak bisa membuat orang bahagia dengan selera saya. Hey Kue Ber-fla, saya tidak akan mengajari kamu ini-itu terlalu strict, sama seperti seorang ayah yang melihat anaknya belajar naik sepeda, You’ll find the way! 🙂

I love this pic, Cute!

Salam Jepret!

PS: Ya ampun, saya nulis ini udah kaya fotografer besar aja, wkakakakakaka… maaf para fotografer senior, ini cuma pendapat dari anak kemarin sore yang tentu masih jauh dari sempurna… 🙂


Weekly Photo Challenge: Wildlife

Wildlife? Again! I found the theme of this week is so difficult, yet really challenging! 😆 For me now, who’s living in Kalimantan, where’s jungle and wildlife surely exist. I was thinking to go somewhere like a jungle nearby and find such cute animals like deer, monkey, or beautiful bird, instead of boar, wild dog or even giant snake! Those last three I mentioned are an enough reason for me to keep apart from their nest 😛

Thus, I chose 4 pictures from my collection, hoping they would be good enough for “wildlife theme” Check them out!

I ever posted long time ago some of wildlife I saw in North Carolina Zoo here, but I have never posted this one. I took the picture from outside  a big paludarium where’s some of colorful and poisonous frogs living in.

**

She is Ingrid, my friend from Nicaragua, standing next to a safari car of NC Zoo. I think this is also typical wildlife style. The popular car I saw in every africa wildlife film! 😆 but, yeah without that cute color of course! 😀

**

Where do you think this place should be in? 😀 You can find it behind a rectorate of my university (IPB). If you walk down to rectorate building from the library, you’ll pass the LSI bridge, with Lake LSI on the left and this jungle view on the right. It was still early morning when I took the picture, that’s why you can see the fog made the view really picturesque!

**

I don’t know what bird it is. I got it on a tree behind my house. One of many kinds of bird sang and flew around everyday here. Lovely one! 🙂

Salam Jepret!

*All pictures edited with Lightroom 3.3 & Photoshop Cs5


Parade Ulang Tahun SMAN 1 Pelaihari (part 2)

Melanjutkan postingan Parade Ulang Tahun SMAN 1 Pelaihari (part 1) sebelumnya, berikut ini lanjutan foto-fotonya…

This slideshow requires JavaScript.

Photos are edited with Lightroom 3.3, preset: Color Creative-Color CP 2

Semoga bisa menghibur akhir pekan pembaca semua!

Salam Jepret! dan Happy Weekend!


Parade Ulang Tahun SMAN 1 Pelaihari (part 1)

Hari Selasa kemarin, komunitas fotografi Tanah Laut (TLPC) diundang oleh OSIS SMAN 1 Pelaihari untuk ikut berpartisipasi dalam dokumentasi acara parade atau pawai dalam rangka Ulang Tahun SMA mereka ke-29 yang akan mereka adakan start pukul 8 pagi. Saya dan beberapa teman (kurang lebih 7 orang) berangkat jam 8 lewat, tiba di sana, acara sudah dimulai. Seorang guru sedang memberikan sambutan dan disusul dengan pembukaan acara.

Acara bertajuk “The Innovation of Smanpel” ini mengusung tema-tema seputar lingkungan, pendidikan, seni, olahraga dan kesehatan yang tampak dari kostum-kostum yang mereka pakai saat pawai. Setiap kelas (dari kelas X sampai XII) mempunyai tema kostum tertentu yang berbeda-beda, lucu-lucu dan kreatif. Mereka juga punya yel-yel dan iringan lagu masing-masing.

Rute pawai ini sebenarnya tidak terlalu jauh, bahkan saya sempat kecewa karena mereka tidak mengambil rute pusat kota yang jelas-jelas akan lebih menarik perhatian masyarakat. Mungkin karena alasan keamanan dan ketertiban juga, heheheeh… acara segitu aja, polisi dah dimana-mana, karena barisan anak-anak SMA itu mengambil lebih dari 1/4 badan jalan. Macet pasti! 😀

Di akhir acara mereka kembali ke halaman SMA dan menunggu acara door-prize dan pemenang untuk kelas-kelas terheboh. Rangkaian acara ini akan terus berlanjut sampai akhir bulan Mei, akan ada banyak lomba-lomba dan semacamnya, semoga saya bisa meliput lagi acara-cara mereka selanjutnya. Jadi acara pawai ini baru pembukaan saja, hahahaha… dan jujur nih ya saya udah capek, betis utamanya, gara-gara satu acara ini, hahahaha…

Menarik sekali buat saya, karena pertama kalinya saya ikut acara jepret-jepret acara pawai anak sekolah. Kita menyebar di beberapa titik di rute yang mereka akan lalui. Kita juga sempat pindah tempat tiga kali, saya dibonceng oleh teman saya melaju dengan motor mengikuti iring-iringan tersebut, mirip-mirip wartawan dari koran, I felt that I was cool enough! *narsis, hahahaha…

Ok, langsung aja ini foto-foto yang berhasil saya ambil di tengah acara. Konsepnya candid aja. Saya bagi menjadi dua postingan karena fotonya sangat banyak. Ada total 84 foto, hahahahah… Mudahan bisa terlihat semua ya 😀

This slideshow requires JavaScript.

Photos are edited with Lightroom 3.3, preset: Color Creative-Color CP 2

Kok diedit sih prim? Iya iseng-iseng nih sekalin bereksperimen.. lagi suka-suka saya dong! *songong * GakGakgakKKK….

Jangan lupa lanjut ke Parade Ulang Tahun SMAN 1 Pelaihari (part 2)

Salam Jepret!


Weekly Photo Challenge: Round

Round? It could be the easiest theme of Weekly Photo Challenge so far since I have a bunch of photos merely supported this theme. But for some reasons,  I really wanted to take the challenge by capturing new photos I would take this week. Should be easy I thought.

In fact, I didn’t get any good photo in the first 3 days 😦 What a lame! It had occupied my thought in couple past days, even a busy days couldn’t distract me from this “roundness”. In the middle, kind of admitting it’s quite hard to get “round” photo in (only) a week. It was simple yet sounded easy, but no more.

Thanks God, I found them at last!

Wheel, might be the popular chosen for the theme. I had checked out some of the participant’s and it is! 😆

On Tuesday, I was in the middle of shooting an high school anniversary parade for documentation purpose. There were some cops along the route since the parade obviously took more than a quarter of the road width, and caused traffic at the moment! 😛   I stood on the edges of the road and found a motorcycle of traffic cop parked in the middle of the road. Looks cool! I’ve never been that close with that motorcycle, and suddenly thought to approach and capture it. Hey! Round wheels! I got one! 😀

**

I found this cactus beside my house. This is actually my Mom most hated cactus. That’s why my Mom doesn’t look after this cactus very well and just put the pot in any hidden place, somewhat abandoned. Fortunately, this cactus is so vigorous one and used to raise abounding shoots turned them into a “giant thorn ball”.

Can you guess why my Mom hates this cactus terribly? This cactus has so many short-tough white thorns PLUS long-dark thorns like hook worsen it’s performance. If you see carefully, in the middle of every round, you can find “the hooks”. That hooks easily hook your hand, skin, or anything with pores when be touched, surely it’s a bit hurt, and when you start to release the hook  carelessly, I guarantee another hook already caught you! My Mom simply said: Annoying cactus!

In the next post, I will tell you about this special cactus, those special hooks and the reason I found behind why they have hooks! Hmm, It’s interesting!

Happy Blogging!

PS: Mulai besok internet sudah lancar lagi! Cihuy!