Frames, Green, Rustle and Sweet Tea

Saat-Saat Aku Membenci Mama

Tulisan yang terisnpirasi dari buku: For One More Day, by Micth Albom. Didasari dari kisah nyata semasa saya kecil yang disajikan secara fiksi. Untuk semua Ibu, please enjoy… semoga! 😀

 

 

Aku segera mengancingkan seragam putih yang masih bisa kucium wangi sabunnya. Kemudian disusul celana pendek warna merah dan dasi kusam bertali karet. Hari itu hari senin, hari saat upacara bendera dilaksanakan, 30 menit lebih awal dari hari biasa, dan aku melakukan kesalahan besar pagi itu. Bangun terlambat.

 

Rambutku masih basah kuyup. Ku raih tas ransel warna merahku, topi yang tergantung dan kaos kaki dari dalam lemari yang digulung menyerupai bola. Aku sekilas melihat mama hilir mudik di dapur. Ini tidak akan sempat! Aku sempat melihat wajah mama yang ikut panik mendengar derap langkahku di dalam rumah. Aku segera menyeret sepatu yang sudah kucuci hari minggu kemarin dari rak dekat pintu belakang.

 

“Sarapan dulu…” Mama mencoba tenang.

“Ma, aku terlambat” Aku melotot  sempat tidak percaya kalau dia masih sempat memintaku untuk sarapan, seperti biasa.

“Nggak ! Kamu harus sarapan”

“Nggak!”

Bagaimana mungkin aku bisa sarapan, sedangkan aku mungkin tidak akan sempat mencapai sekolah tepat waktu.

“OK, Mama yang suapin”

 

 

Pagi itu mataku hampir berair karena aku tahu aku saat itu benar-benar terlambat. Mama masih menyuapiku, tepatnya memaksaku untuk mengunyah isi piring sarapanku. Mulutku masih meraung-raung sambil mengenakan kaos kaki dan sepatu.

 

“Nggak telat kok, bilang ke gurumu, mama yang suruh sarapan dulu”

Mama membela diri dengan sesuatu yang sudah pasti tidak mungkin aku lakukan. Aku geram. Bahkan pagi inipun aku terlambat bangun karena mama terlambat membangunkanku. Pagi itu seorang anak kelas 4 SD melewatkan menit-menit keterlambatannya dengan mengunyah sarapannya di teras depan rumah.

 

“Sudah!” aku segera meraih sepeda dan melarikannya secepat kilat menuju sekolah. Aku bahkan tidak peduli dengan sosok wanita yang masih memegangi piring yang masih tersisa setengah, berdiri melambaikan tangan.

 

Seperti yang aku takutkan. Pagi itu aku berada di barisan istimewa. Yaitu barisan anak-anak yang terlambat. Berdiri di dekat pagar sekolah. Ada sekitar 7 anak, dan aku salah satunya. Sampai upacara selesai, kami masih berdiri di tempat itu. Sebelum upacara dibubarkan, seorang guru entah bagaimana tiba-tiba meraih mic dan berucap bahwa kami adalah salah satu contoh anak tidak disiplin yang mendapat hukuman jika terlambat upacara. Semua anak berbalik badan. Ratusan mata melihat kami, melihat wajahku. Anak-anak mulai membubarkan diri dan mengambil sampah di sekeliling sekolah sebagai suatu rutinitas pagi. Beberapa orang yang mengenalku memandangku dan kemudian mulai berbisik-bisik. Aku cuma terdiam dan menunduk. Aku ingin sekali menaangis, tapi aku tidak mungkin menangis.

 

Lima belas menit setelah itu, seorang guru mulai menanyakan alasan keterlambatan kami masing-masing. Aku menjawab dengan jawaban klasik, aku bangun kesiangan. Aku tidak mungkin berkata ini semua karena masalah sarapan. Kami  dihukum membersihkan teras di depan ruang kepala sekolah selama 15 menit, tetapi itu terasa seperti satu jam. Semua kelas bahkan bisa melihat kami sedang menyapu di sana. Ini memalukan.

 

Aku memasuki kelasku dengan wajah paling buruk sedunia, bajuku kusut karena mama tidak sempat menyetrikanya pagi itu. Keringat membasahi sebagian lengan dan dahiku. Aku benar-benar terlihat menyedihkan pagi itu, dan seluruh isi kelas seperti sedang mengasihaniku sekaligus menertawakanku.

 

Entah aku lupa karena apa, sekolah hari itu berakhir lebih awal. Kami dipulangkan sekitar pukul 10. Aku kembali ke rumah dengan peluh yang masih belum kering. Aku sengaja mempercepat laju sepedaku, dan berusaha secepat mungkin pergi dari tempat paling tidak nyaman bernama sekolah.

 

“Prim, pulang pagi? Gimana tadi di sekolah? Gak terlambat kan?”

Mama tanpa bersalah membanjiriku dengan pertanyaan sepele yang malas aku jawab. Aku memandangnya sebentar di dapur, wanita itu sedang menggoreng perkedel jagung dengan peluh di dahinya. Aku bisa lihat wajahnya yang kelelahan. Aku cuma diam seribu bahasa. Mama tahu arti pandanganku. Pandangan yang dia kenal semenjak aku kecil. Dan aku berusaha memalingkan muka, meletakkan sepatuku di rak.

 

“Prim…prima…”

 

Aku segera berlari ke kamarku dan berharap mama tidak mengikutiku. Sempat kudengar suara tangis adikku yang berumur belum genap setahun dari kamar yang lain. Ku tutup pintu kamar dan kuhempaskan tubuh di ranjangku yang kecil.

 

Ada yang terbakar di dalam rongga dadaku, sesak dan seolah memaksa air mataku untuk keluar. Aku tidak peduli mengapa mama memanggilku tadi. Sarapan tadi pagi adalah kesalahan terbesar hari ini. Mama tidak pernah sekalipun mengerti aku. Mama tidak pernah tahu sakitnya aku. Aku benci mama saat itu, dan dia tahu itu.

***

48 responses

  1. Saya yakin sekarang tidak lagi…
    Maksudnya nggak pakai celana pendek warna merah lagi… 😀

    7 February 2011 at 10:33 PM

    • 😀 😀 😉

      9 February 2011 at 10:54 PM

  2. mas… sabar mas… ini mamahnya mas kan yg jd tokoh sentral di sini??

    7 February 2011 at 11:15 PM

    • hahahha…saya dan mama..

      9 February 2011 at 10:49 PM

  3. hmmm, saya sudah mulai merasakan posisi si mama,,
    tapi jamannya Prima, cuma diam dan menangis dikamar,,
    kalo saya dapet protes langsung, “ini semua gara2 mama”,, hiks,,
    harus belajar banyak lagi jadi emak..

    7 February 2011 at 11:34 PM

    • duh… iya ya mbak… anak2 jaman sekarang sudah lebih go straight… 😀

      9 February 2011 at 10:53 PM

  4. anak2 biasa seperti itu. salah ngertiin sayangnya orang tua.
    padahal coba kalo gak dipaksa sarapan pagi itu, mungkin sianya pulang sekolah udah sakit. entah maag atau masuk angin… 😛

    8 February 2011 at 1:53 AM

    • yoi mas… 😀

      9 February 2011 at 10:48 PM

  5. Semoga sekarang sudah tidak lagi… 🙂

    8 February 2011 at 5:19 AM

    • semoga juga.hehe
      p cabar
      salam hangat dari blue

      8 February 2011 at 11:53 PM

      • salam… 🙂

        9 February 2011 at 10:21 PM

    • 🙂

      9 February 2011 at 10:48 PM

  6. ketidak mengetian seorang anak atas ekspresi kasih seorang ibu seperti ini pun, pernah bunda alami ,Prima
    setelah menjadi seorang ibu, barulah bisa mengerti betapa beliau sangat memperhatikan kesehatan kita ya .
    Salam

    8 February 2011 at 7:06 AM

    • betul sekali..setuju apa kata bunda..
      setelah jadi emak2 baru bisa merasakannya..hiks2..

      8 February 2011 at 8:25 AM

      • curhatnya emak2….

        9 February 2011 at 10:42 PM

    • 🙂 bunda banget ini… aku gak mungkin merasakan menjadi ibu, tapi aku akan mencoba mengerti…

      9 February 2011 at 10:46 PM

  7. Hehehe…iya ya prim…dulu kalo kesel sama mama tau apa yg kutulis? ‘mamaku kejam seperti ibu tiri’ padahal ga semua ibu tiri kejam 🙂

    Ya begitulah salah paham antara mama-anak, sampai sekarang aku masih sering begitu juga dengan anak-anak…masih harus belajar, bgmn caranya agar anak-anak mengerti maksud kita saat ini, bukan baru sadar ketika sdh jd ibu….dgn demikian, hubungan antara mama-anak akan lebih erat krn masing2 paham betapa saling menyayangi, dan ini PR nasional lho Prim…

    Sama2 berusaha ya Prim…suatu saat Prima kan jadi ayah 🙂

    Salam buat mamah….coba tanya, apa mamah pengen punya cucu…hehehe ….

    8 February 2011 at 8:02 AM

    • hihiihhi…seperti biasa, komen panjaaaaaannngggggggg…. plus PR nasional, wkakakakaka

      aduh mbak, yang terakhir gak usah tanya2, ntar malah inget dianya..wkakakakakak

      9 February 2011 at 10:44 PM

  8. :’)
    tapi untungnya skr udah makin cinta kan ke mama 🙂

    8 February 2011 at 8:48 AM

    • :’) hihihiihihi…

      9 February 2011 at 10:42 PM

  9. mandor tempe

    Ah iya, masa kecil dulu kadang mama tidak menjelaskan semua yang beliau katakan sehingga saya berada pada pikiran saya sendiri bahwa mama terlalu keras dan suka perintah sana sini. Setelah sekarang baru saya rasakan kalau perintah mama dulu itu saya perlukan di masa-masa kini

    8 February 2011 at 9:54 AM

    • mantep banget sih kata-kata, wkakakakaka…. 😛

      9 February 2011 at 10:41 PM

  10. dulu aku pernah ngerasain di posisi prima, hampir kesiangan akhirnya memilih ga makan makanan yang sdh disiapkan mama di meja makan (sekolahku masuk siang). Tiba di sekolah, ternyata berbaris di depan kelas ditengah terik matahari (karna sedang MOS; Masa Orientasi Siswa). Lama sekali. Tau apa yang terjadi?? Aku pingsan ditempatku berdiri. Akhirnya digotong ke pinggir lapangan. Saat itu juga aku kesal dg mamaku yang telat mempersiapkan makan siangku.

    Tapi setelah berada di posisi ibu, aku lebih pusing tujuh keliling kalo anakku ga mau makan. Beribu2 ketakutan menyergapku. Takut dia sakit, takut dia masuk angin, takut pertumbuhannya di masa emasnya terganggu, dan ketakutan2 yang lain. Akhirnya jadi mengerti sendiri kenapa dan untuk apa dulu mamaku tetap memaksakan aku makan, biarpun aku bilang blm lapar / sudah kenyang (jajan).

    8 February 2011 at 12:04 PM

    • hmmm…ini nih pengalaman jadi anak dan ibu… 🙂

      9 February 2011 at 10:41 PM

  11. 🙂

    sebagai gambaran ketika udah jadi orang tua nanti..
    anak2 sering salah pengertian..

    nice post 😉

    8 February 2011 at 12:56 PM

    • uhuy…calon ibu nih ceritanya…

      9 February 2011 at 10:37 PM

  12. hiks,, aku pernah dan malah sering ada di posisi ini mas Prim…
    malah yang lebih tragis, ancamannya kalo gak sarapan gak bakal dikasih uang saku sama bekal nasi buat siang, oh noooo… 😦
    jadi mau gak mau harus sarapan, secara, daku gak bisa hidup tanpa jajan, hahaha

    8 February 2011 at 3:29 PM

    • 😀 beda mama, beda ancamannya…hahahahahaha….

      9 February 2011 at 10:24 PM

  13. Falzart Plain

    Mama selalu memberikan yang terbaik, apapun yang terlihat buruk yang dia berikan adalah yang dia tahu terbaik untuk kita.

    8 February 2011 at 8:36 PM

    • iya mas…

      9 February 2011 at 10:23 PM

  14. waktu sd sih aku pernah bolos upacara he he

    aku ngumpet di belakang sekolah :mrgreen:

    (kalau soal terlambat upacara, seingatku belum pernah)

    8 February 2011 at 8:44 PM

    • haiyah… wjakakakakaak

      9 February 2011 at 10:23 PM

  15. untungnya saya tidak pernah seperti itu, kalau sudah mau telat sarapan ya dibungkusin, ibu saya tidak selalu tahu maksud saya..

    8 February 2011 at 8:53 PM

    • Heeeehehehehe… beda mama, beda judesnya…

      9 February 2011 at 10:23 PM

  16. Rasa sayang dari orang tua yang timbul memang kadang gag sesuai dengan keadaan dan kemauan kita ya Prim. Seperti kita juga gag boleh pergi berkemah / nanjak gunung / melakukan hal lain pada saat ‘ kita masih kecil’ padahal itu adalah kegiatan yang kita sukai dan mempunyai banyak manfaat yang mungkin mereka gag ngerti.
    Tapi apapun itu, semua pastinya berdasar dari kasih sayang orang tua kita.

    Jadi inget nyokap yg sdh gag ada, smg dia damai disana.
    Salam.. .

    8 February 2011 at 11:08 PM

    • aduh, maaf ya mas.. pasti mama-nya mas mood juga seneng punya anak kaya mas… 🙂 percaya deh…

      9 February 2011 at 10:22 PM

  17. cara menyampaikan pesannya itu loh prim,,,memberi pencerahan dari berbagai sudut pandang,,,hebatttt,,,^^
    two thumbs up…

    btw,,,dulu juga aku pernah mengalami udah telat teteup disuru sarapan,,,tapi berhubung sarapannya cuma minum susu doang jd cepet,,,hehehe,,,

    menjadi anak lalu menjadi orangtua, kurasakan sebagai tahapan yg diciptakan oleh Maha Pencipta dengan apiknya,,,

    9 February 2011 at 8:53 AM

    • Makasih mbak… 🙂

      9 February 2011 at 10:21 PM

  18. Jadi inget jaman sekolah dulu. Tiap pagi sambil bikin sarapan, ibu selalu “teriak” suruh bangun. Dulu mikirnya ibu suka ngomel2 mulu. hehe..

    9 February 2011 at 9:04 AM

    • that happened to all kids…

      9 February 2011 at 10:21 PM

  19. Salam persohiblogan
    Lama tak nongol di dunia penuh warna ini

    Indahnya apresiasi dan persahabatan di kalangan blogger

    saat kecil dulu
    aku juga suka marah sama ibu

    9 February 2011 at 9:23 AM

    • Kang achoey! iya lama gak keliatan… hahahahah… 🙂

      9 February 2011 at 10:20 PM

  20. Saat itu membenci mama ya prim.. tapi aku tahu waktu itu pasti karena mama begitu mencintaimu dan tak mau prima sakit, bahkan tak mau otak anaknya buntu karena tidak sarapan pagi.

    Coba waktu itu bangunnya lebih cepat pasti ga terlambat dan ga pernah benci mama….. Yang salah siapa ya..?? Mama yang mau anaknya sehat….Mama yang telat bangunin anaknya atau….aku sudah dibangunin kok masih molorrrrr aja.. telat dehh….

    “mama tak pernah mengerti aku…….!”

    Hustttttttttt ga boleh gituuuuuuuuuu 🙂

    Kita aja selalu menuntut di mengerti… namanya juga anak kecil ya primmm, belum paham untuk mengerti posisi orang tua.

    Sekarang semua rasa benci di masa kecil pasti menjadi rasa cinta yang luar biasa, karena bukan lagi mau di mengerti tapi mau mengerti mengapa sesuatu itu harus begitu adanya

    wah.. keren primmmm, sekeren komentarku yang panjang ini

    hihihhihihih

    Salam I love you untuk semua ibu….

    9 February 2011 at 11:17 AM

    • Hahhahaha..iya…akhir2 ini makin banyak orang komen panjang2…fiuhhhh….

      9 February 2011 at 10:18 PM

  21. cuyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy
    gw belum baca..
    cuma pengen bilang..
    ayemmmm bekkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
    kangen BW

    9 February 2011 at 1:11 PM

  22. Haa haaa haaa haaa
    Kita sama sama bandel yakkk
    Tapi kayanya masih nakalan gw kali yakk
    Kalau kata mak gw
    “Gw nakalnya luar biasa” (^o^)
    Berantem ama Mamah mah udah sering
    Tpi sekarng semua itu seru uyaaa,, jdi kenangannn

    9 February 2011 at 10:00 PM

    • gw mah yakin lu lebih brutal…wkakakakaka…

      9 February 2011 at 10:12 PM

  23. tertawa sekaligus menangis baca tulisannya :mrgreen:

    14 February 2011 at 10:27 AM

Leave a comment